Bengkulu, 12 Agustus 2020 – Pelayanan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) swab covid-19 di lingkungan tenaga pendidikan dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu (FEB UNIB) terpantau serius namun santai dan ceria. Ini adalah hari pertama pelaksanaan tes swab di lingkungan FEB dengan peserta kategori ring I yang pernah kontak dengan pasien positif covid-19. “Semangat yaaa … Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua,” demikian pesan Dekan FEB UNIB, Dr Retno A. Ekaputri menyemangati peserta swab melalui aplikasi whatsapp.
Swab tes ini diselenggarakan atas inisiatif Dr. Retno setelah melihat adanya kasus positif covid-19 di lingkungan FEB. Setelah berkoordinasi dengan pihak rektorat, tracing langsung dilakukan pada 11 Agustus 2020 melalui google form demi mendapatkan daftar nama ring I dan ring II. Hari yang sama langsung dibentuk juga group whatsapp untuk mengkoordinir dan memfasilitasi pelaksanaan tes swab. Harapannya rantai penyebaran segera putus.
Tes swab dilakukan mulai pukul 08.30 di Gedung Serba Guna (GSG) UNIB. Hari ini terdapat 42 orang dalam daftar nama peserta swab, termasuk di antaranya Rektor, Wakil Rektor UNIB Bidang Akademik, dan Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama. Walaupun atmosfernya santai dan ceria, beberapa peserta swab kelihatan canggung dan kuatir akan proses swab yang isunya menyakitkan. “Saya optimis sama hasilnya, ini malah nervous sama prosesnya”, aku Rektor UNIB, Prof Ridwan Nurazi.
“Kekhawatiran akan proses swab sebenarnya tidak perlu dijadikan alasan,” ungkap dr. Mulyadi yang juga adalah Kepala Labor Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Provinsi Bengkulu saat mengawasi langsung kegiatan ini. “Ini tesnya pakai peralatan yang nyaman dan bekerjasama dengan tim ahli dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu (FKIK UNIB), jadi akan sangat mengurangi ketidaknyamanan peserta swab,” tambah Dr Mulyadi sambil menunjukkan alat swab berbentuk cutton bud yang ramping panjang. Tes swab yang terasa menyakitkan biasanya terjadi karena menggunakan alat swab berdiameter besar. Tes ini juga tidak menimbulkan efek samping.
Tes swab yang dilakukan bukan hanya pengujian orofaring dengan mengambil sampel dahak, melainkan juga uji usap nasofaring dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung. Dengan adanya dua sampel, diharapkan hasilnya akan lebih akurat dibandingkan menggunakan satu sampel saja. Hasil tes akan keluar bertahap dalam satu hari ke depan.
Peserta yang awalnya bermuka cemas, perlahan semakin banyak yang rileks bahkan melemparkan guyonan-guyonan lucu. “Lebih sakit rasanya patah hati daripada tes swab,” canda salah satu peserta swab. Proses swab sendiri hanya memakan waktu beberapa detik saja. Dalam pantauan, tidak ada keluhan yang berarti dari para peserta. Beberapa hanya merasa mual saat alat tes dimasukkan jauh ke dalam tenggorokan.
Dana tes swab mandiri itu sendiri cukup mahal, pada kisaran Rp2.000.000,00 hingga Rp2.500.000,00. Lembaga yang melakukan pun belum tentu bersedia melakukan tes swab karena adanya skala prioritas peserta swab. Itulah sebabnya, Dr. Retno memutuskan melakukan swab mandiri setelah berkoordinasi dengan pihak rektorat. Wakil Rektor UNIB Bidang Perencanaan dan Kerjasama, Dr. Ardilafiza, SH, M.Hum, mengakui telah setuju untuk menyiapkan anggaran untuk kegiatan swab mandiri tersebut. “Kami anggarkan lima ratus juta rupiah,” ujar Dr Ardilafiza.
Kesigapan Dekan FEB UNIB dan rektorat UNIB untuk bergerak cepat untuk tes swab dengan alokasi dana yang tidak kecil ini patut diacungi jempol. Prioritas utama jelas adalah memotong rantai penyebaran covid-19 khususnya di lingkungan FEB UNIB. Kehadiran rektor dan jajarannya untuk mengikuti swab pun memberikan perasaan nyaman bagi peserta swab dan juga sivitas selingkung, bahwa tes swab tidaklah mengerikan dan merupakan langkah tepat untuk menjaga diri sendiri maupun lingkungan. Dr. Retno sendiri dijadwalkan akan ikut melakukan tes swab untuk kategori ring II, besok.